Jumat, 29 Juni 2012

PEMBAHASAN PWS KIA







PWS KIA
Ini adalah buku PWS KIA yang terbaru yang kami dapat dari Sub Direktorat Kesehatan Ibu yang merupakan pembahasan akhir dan hasil editing dari dr. Andi Ayusianto dan dr. Kirana http://ppwskia.wordpress.com
Buku ini terdiri dari 7 bab yakni :
  • Bab I      : Pendahuluan
  • Bab II    : Prinsip Pengelolaan Program KIA
  • Bab III  : Indikator Pemantauan
  • Bab IV   : Pengumpulan, Pencatatan & Pengolahan Data KIA
  • Bab V     : Analisis, Penelusuran Data Kohort & RTL
  • Bab VI   : Pelembagaan PWS KIA
  • Bab VII : Pelaksanaan dan Pelaporan PWS KIA
BAB I.
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dsb). Dengan demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran data.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup.
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan CBR 19,1 maka terdapat 4.287.198 bayi lahir hidup. Dengan AKI 228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Besaran kematian Neonatal, Bayi dan Balita jauh lebih tinggi, dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH dan AKABA 44/1.000 KH berarti ada 9 Neonatal, 17 bayi dan 22 Balita meninggal tiap jam.
Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan  Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%).
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 – 6 hari adalah gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), kelainan darah/ikterus (6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%). Penyebab kematian neonatal 7 – 28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (19%), pneumonia (17%), Respiratori Distress Syndrome/RDS (14%), prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%), tetanus (3%), defisiensi nutrisi (3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Penyebab kematian bayi (29 hari – 1 tahun) adalah diare (42%), pneumonia (24%), meningitis/ensefalitis (9%), kelainan saluran cerna (7%), kelainan jantung kongenital dan hidrosefalus (6%), sepsis (4%), tetanus (3%) dan lain-lain (5%). Penyebab kematian balita (1 – 4 tahun) adalah diare (25,2%), pneumonia (15,5%), Necrotizing Enterocolitis E.Coli/NEC (10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%), DBD (6,8%), campak (5,8%), tenggelam (4,9%) dan lain-lain (9,7%).
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000. Sejak tahun 1985 pemerintah merancang Child Survival (CS) untuk penurunan AKB. Kedua Strategi tersebut diatas telah sejalan dengan Grand Strategi DEPKES tahun 2004.
Rencana Strategi Making Pregnancy Safer (MPS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan kunci MPS adalah :
  1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
  2. Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
  3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Empat strategi MPS adalah :
  1. Peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi dan Balita di tingkat dasar dan rujukan.
  2. Membangun kemitraan yang efektif.
  3. Mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
  4. Meningkatkan Sistem Surveilans, Pembiayaan, Monitoring dan informasi KIA.
Rencana Strategi Child Survival (CS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan kunci CS adalah:
  1. Setiap bayi dan balita memperoleh pelayanan kesehatan dasar paripurna.
  2. Setiap bayi dan balita sakit ditangani secara adekuat.
  3. Setiap bayi dan balita tumbuh dan berkembang secara optimal.
Empat strategi CS adalah:
  1. Peningkatan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita yang berkualitas berdasarkan bukti ilmiah
  2. 2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta memantapkan koordinasi perencanaan kegiatan MPS dan child survival.
  3. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui kegiatan peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita serta pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia.
  4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita.
Sehubungan dengan penerapan sistim desentralisasi dan memperhatikan PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan PP 41/2007 tentang Struktur Organisasi Pemerintah di Daerah, maka pelaksanaan strategi MPS di daerahpun diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat. Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal demografi dan geografi maka kegiatan dalam program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) perlu disesuaikan.
Agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas ditingkat Kabupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan program di masing-masing wilayah kerja. Untuk itu, besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja perlu dipantau secara terus menerus, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA).
B. Pengertian
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.
Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalah dengan melaksanakan PWS KIA.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya lintas sektor setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA harus ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang rawan.
C. Tujuan
Tujuan umum :
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap wilayah kerja.
Tujuan Khusus :
  1. Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
  2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
  3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
  4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang ditetapkan.
  5. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
  6. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang potensial untuk digunakan.
  7. Meningkatkan peran lintas sektor setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya.
  8. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan KIA.
Ini adalah Bab II dari buku PWS KIA yang terbaru yang kami dapat dari Sub Direktorat Kesehatan Ibu yang merupakan pembahasan akhir dan hasil editing dari dr. Andi Ayusianto dan dr. Kirana. Buku ini terdiri dari 7 bab yakni :
  • Bab I      : Pendahuluan
  • Bab II    : Prinsip Pengelolaan Program KIA
  • Bab III  : Indikator Pemantauan
  • Bab IV   : Pengumpulan, Pencatatan & Pengolahan Data KIA
  • Bab V     : Analisis, Penelusuran Data Kohort & RTL
  • Bab VI   : Pelembagaan PWS KIA
  • Bab VII : Pelaksanaan dan Pelaporan PWS KIA
Ketujuh bab di atas akan kami sajikan dalam tujuh tulisan agar memudahkan pembacaan. Selanjutnya untuk versi lengkap akan kami sajikan dalam Box.net yang ditampilkan di sebelah kanan tulisan.