Minggu, 01 Juli 2012

PREEKLAMSIA DALAM KEHAMILAN


 PREEKLAMSIA DALAM KEHAMILAN
Konsep Dasar Karakteristik Ibu Hamil
Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti jenis jenis kelamin, umur serta status sosial seperti, tengkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya. (Widianingrum , 1999). Menurut Efendi, demografi berkaitan dengan stuktur penduduk, umur, jenis kelamon dan status ekonomi sedangkan data kulturalmengangkat tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, adat istiadat, penghasilan dan sebagainya.
Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. (Hurlock , 1995)
Paritas
Banyaknya anak yang dimiliki ibu dimulai dari anak yang pertama sampai anak yang terakhir. (Henderson , 2005). Kondisi rahim dipengaruhi juga oleh jumlah anak yang dilahirkan. (Cristina , 1996)
Pendidikan
Proses pengembangan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran pelatihan.
Berat Badan
Ukuran berat individu dalam satuan kilogaram.
Konsep Dasar Preeklamsia
Batasan Preeklampsia
Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Bobak , 2004)
Preeklampsi ialah penyakiy dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan. Tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.

 Etiologi Preeklampsia
Sampai saat ini, etiologi pasti dari Peeeklampsia atau eklampsi belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the disease of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain :
Peran protasiklin dan tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
Peran faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentuka blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Peran faktor Genetik/famili
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklampsia dan eklampsia antara lain :
a. preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi dan eklampsi.
c. kecenderungan meningkatnya meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsi dan eklampsi.
d. peran Renin Angiostensin Aldosteron System (RAAS)


Patologi Preeklampsia
Preeklampsia ringan jarang sekali menyababkan kematian ibu. Oleh karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologi berasal dari penderita eklampsia yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata bahwa perubahan anatomi-patologi pada alat-alat itu pada penderita preeklampsia tidak banyak berbeda daripada yang ditemukan pada eklampsia. Perlu dikemukakan disisni bahwa tidak ada perubahan histopatologik yang khas pada preeklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut

Gambaran Klinik Preeklampsia
Hipertensi
Gejala yang terlebih dahulu timbul ialah hipertensi yang terjadi secara tiba-tiba, sebagai batas diambil tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, tapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg diatas tekanan yang biasa merupakan petanda.
Tekanan darah sistolik dapat mencapai 180 mmHg dan diastolik 11o mmHg, tetapi jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan drah melebihi 200 mmHg maka sebabnya biasanya hipertensi asensial.
Oedem
Timbulnya oedem didahului oleh pertambahan berat badan yang berlebihan. Pertambahan berat 0,5 kg pada seseorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika mencapai 1kg per minggu atau 3 kg dalam satu bulan , preeklampsi harus dicurigai. Oedem ini tidak hilang dengan istirahat.
Proteinuria
Proteinuria didefinisikan sebagai konsentrasi protein sebesar 0.19/L (> positif 2 dengan cara dipstik) atau lebih dalam sekurang-kurangnya dua kali spesimen urin yang dikumpulkan sekurang-kurangnya dengan jarak 6 jam. Pada spesimen urin 24 jam. Proteinuria didefinisikan sebagai suatu konsentrasi protein 0,3 per 24 jam.

Gejala-gejala subyektif
a. sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedem otak.
b. nyeri ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorhagia atau oedem atau sakit karena perubahan pada lambung.
c. gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur. Gangguan ini disebabkan karena vasospasme, oedem atau ablasioretina.
 Klasifikasi Preeklampsia
 Preeklampsia ringan.
a. tekanan darah sistolik 140 mmHg atau kanaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
b. tekanan darah diastolik 90 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
c. kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.
d. proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkay kualifikasi positif 1 sampai positif 2 pada urin kateter atau urin aliran tengah.
Preeklampsia Berat
Bila salah satu diantara gejala atau tanda diketemukan pada ibu hanil sudah dapat digolongkan preeklampsia berat :
a. tekanan darah 160/110 mmHg.
b. oliguria, urin kurang dari 400cc/24jam.
c. proteinuria lebih dari 0.3 gr/liter.
d. keluhan subyektif ; nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, oedem paru dan sianosis, serta gangguan kesadaran.
e. Pemeriksaan ; kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat memberikan petunjuk akan terjadi eklampsia. Preeklamsia pada tingkat kejang disebut eklampsia.
Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan bayinya. Walaupun terjadinya preeklampsia sulit dicegah, namun preeklampsia dan eklampsia umumnya dapat dihindari dengan mengenal secara dini penyakit itu dengan penanganan sedini mungkin.
Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya dua dari trias tanda utama yaitu ; hipertensi, oedem dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan petanda meskipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan karena perkembangan penyakit tidak dapat diramalakan dan bila eklampsi terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin jauh lebih buruk. Tiap kasus preeklampsi harus ditangani dengan sungguh-sungguh.
Diagnosis diferensial antara preeklampsi dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan fundoskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria pada preeklampsi jarang timbul sebelum triwulan ke-3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia ringan.

Penanganan Preeklampsia
Preeklampsia ringan
Kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda perbaikan,
Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
pantau tekanan darah, proteinuria, reflek patela dan kondisi janin
lebih banyak istirahat
diat biasa
tidak perlu diberi obat-obatan
Jika dirawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
- diet biasa
- pantau tekanan darah 2 kalisehari, proteinuria 1 kali sehari
- tidak perlu obat-obatan
- tidak perlu diuretik, kecuali terdapat oedem paru atau gagal ginjal akut
- jika tekanan distolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan, nasehatkan  untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsi berat, kontrol 2 kali seminggu, jika tekanan darah diastolik naik lagi, rawat kembali.
- Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat.
- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan.
- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.
b. jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi
- jika serviks matang lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
- Jika serniks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley atau terminasi dengan seksio sesarea.

Preeklampsia berat
Penanganan preeklampsia berat
penanganan kejang
- berikan obat anti konvulsan
- perlengkapan untuk penanganan kejang ( jalan nafas, sedotan, masker oksigen, dan oksigen )
- lindungi pasien dari kemungkinan trauma
- aspirasi mulut dan kerongkongan
- baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tredelenburg untuk mengurangi aspirasi.
- Beri oksigen 4-6 liter per menit
penangan umum
jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan distolik diantara 90-100 mmHg
pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge >1)
ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan protein
jika jumlah urin < 30 ml per jam ; infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam, pantau kemungkinan oedem paru
 jangan tinggalkan pasien sendirian, kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kamatian ibu dan janin
observasi tanda-tanda vital, refleks patela dan denyut jantung janin setiap jam.
Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedem paru. Jika ada oedem paru stop pemberian cairan dan berikan diuretik, misalnya furosemide 40 mg IV
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside, jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
EKLAMPSI
l) Definisi
Diketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam masa nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada wanita yang yang menderita eklampsia timbul serangan kejangan yang diikuti oleh koma.
Pada penderita pre-eklampsi berat timbul konvulsi bisa diikuti oleh koma.
Menurut saat timbulnya dibagi dalam :
a) Eklampsia gravidarum (50%)
b) Eklampsia parturientum (40%)
c) Eklampsia puerperium( 10%)

 Gejala-gejalae Eklampsia
Pada umumnya kekejangan didahului oleh makin memburuknya preeclampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,m ual keras, nyeri epigastrium hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan, terutama pada persalinan bahaya ini besar.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat :
a) Stadium invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan kanan atau kiri yang berlangsung kira-kira 30 detik.
b) Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pemafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c) Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
d) Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya wanita tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40°C.
Komplikasi serangan-serangan adalah :
a) Lidah tergigit
b) Terjadi perlukaan dan fraktur
c) Gangguan pernafasan
d) Perdarahanotak
e) Solutio plasentae
f) Merangsang persalinan

Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya
tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejang-kejang seperti yang diuraikan, maka diagnosis eklampsia tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari :
1. Epilepsi, dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil
Muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada.
2. Kejang karena obat anastesia apabila obat anastesia lokal tersuntikkan
ke dalam vena, dapat timbul kejang.
3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis.

 Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.
a) Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
b) Hipofibrirngenemia
c) Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsi berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
d) Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
e) Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlansung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retin4 hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f) Edema poru-paru. Hal ini disebabkan karena gagal jantung.
g) Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia dan eklampsia
merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
h) Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
i) Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j) Kompliknsi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intra vascular coogulation)
k) Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra-uterin.

 Prognosis
Eklampsia di lndonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
Meminta korban besar dari ibu dan bayi. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh Perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, kegagalan ginjal, masuknya isi lambung ke dalam jalan pemapasan sewaktu terjadi kejang, infeksi. Sedang sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas.
Kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia dalah:
a) Koma yang lama (prolonged coma)
b) Nadi di atas 120 x menit
c) Suhu 103°F atau 39,4°C atau lebih
d) Tekanan darah di atas 200 mmHg
f) Proteinuria 10 gr atau lebih
g) Tidak ada edema edemamenghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsi masuk kelas ringan, bila dijumpai 2 atzu lebih maka eklampsi masuk kelas berat dan prognosis akan lebih jelek.

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan eklampsi sama dengan pre-eklampsi berat dengan
tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan Ibu mengizinkan.
a) Penderita eklampsi harus dirawat inap di rumah sakit
b) Saat membawa ibu ke rumah sakit, berikan obat penenang untuk mencegah
kejang-kejang selama dalam perjalanan. Dalam hal ini dapat diberikan pethidin 100 mg atau Luminal200 mg atau Morfin l0 mg.
c) Tujuan perawatan rumah sakit adalah :
♦ Menghentikan konvulsi
♦ Mengurangi vaso spasmus
♦ Meningkatkan diuresis
♦ Mencegah infeksi
♦ Memberikan pengobatan yang tepat dan cepat
♦ Terminasi kehamilan dilakukan setelah 4 jam serangan kejang terakhir dengan tidak memperhitungkan tuanya kehamilan.
d) Sesampai di rumah sakit pertolongan pertama adalah:
♦ Membersihkan dan melapangkan jalan pernafasan
♦ Menghindarkan lidah tergigit
♦Pemberiano ksigen
♦ Pemasangan infus dektrosa atau glukosa 10% - 20%-40%
♦ Menjaga jangan terlalu trauma
♦ Pemasangan kateter tetap (dauer catheter)
e) Observasi ketat penderita ;
~ Dalam karnar isolasi : tenang, lampu redup-tidak terang, jauh dari kebisingan dan rangsangan
~ Dibuat daftar catatan yang dicatat selama 30 menit : tensi, nadi, respirasi, suhu badan, refleks, dan dieresis diukur. Kalau dapat dilakukan funduskopi sekali sehari. Juga dicatat kesadran dan jumlah kejang.
~ Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam.
~ Diperiksa kadar protein urine 24 jam kuantitatif,
 Penatalaksanaan pengobatan
1. Sufas magnisikus
Injeksi MgSO4 20% dosis 4 gr intravena perlahan-lahan selama 5-10 menit, kemudian disusul dengan suntikan intramuskuler dosis 8 gr.Jika tidak ada kontraindikasi suntikan i.m. diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24 jam setelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada kontraindikasi
(pernafasan, refleks dan diuresis). Harus tersedia kalsium glukonas sebagaai ntidotum.
Kegunaan MgSO4 adalah :
o Mengurangi kepekaan syaraf pusat untuk mencegah konvulsi
o Menambah diuresis, kecuali bila ada anuria
o Menurunkanp ernafasany ang cepat
2. Pentotal sodium
o Dosis inisial suntikan intravena perlahanJahan pentotal sodium 2,5% sebanayk 0,2-0,3 gr.
o Dengan infus secara tetes (drips) tiap 6 jam :
- I gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa l0%
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dekhosa 10%
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5%
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5% (selama 24 jam)
Kerja pentotal sodium : menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit karena cukup berbahaya menghentikan pernafasan (apnea).
3. Valium (diazepam)
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa l0% dengan tetesan 30 tetes permenit. Seterusnyad iberikan setiap 2 jam l0 mg dalam infus atau suntikan intramuskuler, sampai tidak ada kejang.
Obat ini cukup aman.
4. Litik koktil (Lytic coctail)
Ada 2 macam kombinasi obat:
o Largactil (100 mg) + Phenergen (50 mg) + Pethidin (100 mg)
o Phetidin (100 mg) + Chlorpromazin (50 mg) * Promezatin (50mg)
Dilarutkan dalam glukosa 5% 500 cc dan diberikan secara infuse tetes intraven4 jumlah tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tensi penderita.
5. Sfoganoff
1. Pertama kali morfin 20 mg subkutan
2. ½ jam setelah 1 MgSO4 15% 40 cc subkutan
3. 2 jam setelah 1 morfin 20 mg subkutan
4. 5½ jam setelah 1 MgSO4 15% 20-40 cc subkutan
5. 11½ jam setelah 1 MgSO4 15% 10 cc subkutan
6. 19 jam setelah 1 MgSO4 15% 10 cc subkutan
Lama pengobatan 19 jam, cara ini sekarang sudah jarang dipakai.
g) Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari Penisilin prokain 1,2-2,4 juta satuan
 Penanganan obstetrik
Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan penilaian tentang status obstetrikus penderita : keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya.
Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara yang aman.
1. Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang dengan atau tanpa amniotomi
2. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps. Bila janin mati embriotomi.
3. Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi), kepala janin masih tinggi, atau ada kesan disproporsi sefalopelvik atau ada indikasi obstetrik lainnya sebaiknya dilakukan seksio sesarea (bila janin hidup). Anestesi yang dipakai local atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
Bahaya yang masih tetap mengancam
1. Perdarahanp ostpartum
2. Infeksi nifas
3. Trauma pertolongan obstetrik


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : PT. Rineka Cipta
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.
Bobak, Lowdermilk dan Jensen. 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Bidan. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, S. 2002 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Nursalam dan Pariani. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC
Nursalam. 2003. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Purnomo, W. 2002. Hard Out Metodologi Penelitian. Surabaya
Saifuddin, AB. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR – POGI
Winkjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.