Senin, 02 Juli 2012

PERDARAHAN OBSTRETRIK


Perdarahan Obstetrik
Perdarahan obstetrik dibedakan waktu kejadiannya ,dibagi menjadi perdarahan pada kehamilan muda (UK <20 minggu), Perdarahan Ante partum (UK >22 minggu), Perdarahan post Partum (setelah kala III ),berikut ini penjelasannya

Perdarahan Pada Kehamilan Muda
Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang berakhir sebelum periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelum berat janin 500 gram atau perkiraan lama kehamilan kurang dan 20 minggu dihitung dan hari pertama haid terakhir normal yang dipakai.
 Kehamilan Ektopik terganggu, yaitu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus, serta mengalami gangguan berupa nyeri perut bagian bawah dan tenesmus, dapat disertai perdarahan pervaginam. Yang menonjol penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada perneriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut.
Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologik dan konon yang ditandai dengan : degenerasi kistik dan villi, disertai pembengkakan hidropik, avaskularitas atau tidak adanya pembuluh darah janin; proliferasi jaringan trofoblastik. Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi dan spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala yang paling khas dan kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah amenorhe.
Perdarahan Pada Kehamilan Tua (Perdarahan Antepartum)
Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan-lahir setelah kehamilan 22 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak berbahaya daripada kehamilan dibawah 22 rninggu oleh karena itu, memerlukan penanganan yang berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama - tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara klinis biasanya tidak terlampau sulit dalam menentukannya ialah plasenta previa, dan solusio plasenta. Oleh karena itu, kiasifikasi perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut:
 Placenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.

Etiologi: Tidak diketahui, namun plasenta previa lebih sering dijumpai pada multipara dan kalau plasentanya lebar serta tipis. Diperkirakan kalau terdapat defisiensi endomitrium dan decidua pada segmen atas uterus, maka plasenta akan terus meluas dalam upayanya untuk rnendapatkan suplai darah yang lebih memadai.
Klasifikasi:
a) Placenta Previa Totalis atau Ventralis: Keseluruhan ostium internum cervix ditutup oleh placenta.
b) Placenta Previa Partialis: Sebagian ostium internum servix ditutup oleh placenta
c) Placenta Previa marginalis; Placenta membentang sampai tepi servix tapi tidak terletak pada ostium. Kalau cervix menipis dan membuka pada kehamilan lanjut, placenta previa dapat berubah menjadi jenis partialis.

Solutio Placenta
Keadaan ini yang juga dikenal sebagai pelepasan placenta sebelum waktunya atau premature separation of placenta meliputi pelepasan placenta dan dinding rahim.
Etiologi: penyebab solutio tidak diketahui.
Keadaan ini disertai : - Hipertensi pada kehamilan
 Overdistensi uterus yang mencakup kehamilan kembar dan polyhidramnion
 Trauma

 Tali pusat yang pendek
- Klasifikasi :
a) Totalis : Kematian bayi tidak bisa dihindari
b) Partialis: Janin masih mempunyai kemungkinan hidup.
Pernisahan lebih dan 50 persen placenta tidak memungkinkan janin untuk terus hidup.
- Penanganan Umum
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dan 22 minggu yang lebih banyak dan perdarahan yang biasanya terjadi pada permulaan persalinan biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apa pun penyebabnya, penderita harus dibawa ke rumah sakit yang merniliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Jangan sekali - sekali melakukan pemeniksaan dalam di rurnah penderita atau di tempat yang tidak mernungkinkan tindakan operatif segera karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan. Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan, malahan akan menambah perdarahan karena sentuhan pada serviks pada waktu pemasangannya.
Selagi penderita belum jatuh ke dalam syok, invus cairan intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infuse ke dalam pembuluh darah sebelum terjadi syok akan jauh lebih memudahkan transfusi darah, apabila sewaktu-waktu diperlukan.
Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera dilakukan, walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah penderita untuk pemeriksaan golongan darahnya, dan pemeriksaan kecocokan dengan darah donornya harus segera dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan seperti itu mungkin terpaksa ditunda, tidak sempat dilakukan sehingga terpaksa langsung mentransfusikan darah yang golongannya sama dengan golongan darah penderita, atau mentransfusikan darah golongan 0 reshus positif, dengan penuh kesadaran akan segala bahayanya.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan, dan diagnosis yang ditegakkan”
 Perdarahan Post Partum
Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III selesai ( setelah plasenta lahir ). Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat.
Jenis
Perdarahan postpartum dibagi dalam:
1) Perdarahan postpartum dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama.
2) Perdarahan postpartum lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama
.
Etiologi pendarahan postpartum dini
1) Atonia uteri. Pada atonia uteri, uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan postpartum. Uterus yang sangat teregang ( hidramnion, kehamilan ganda atau kehamilan dengan janin besar ), partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
2) Laserasi jalan lahir. Perlukaan serviks, vagina dan perineum dapat menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
3) Hematoma, yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada jahitan perineum.
4) Lain-lain
a. Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga rnasih ada pembuluh darah yng tetap terbuka.
b. Ruptura uteri
c. Inversio uteri
Etiologi perdarahan postpartum lambat
1) Tertinggalnya sebagian plasenta
2) Subinvolusi di daerah insersi plasenta
3) Luka bekas seksio sesarea.
Diagnosis
1) Untuk membuat diagnosis perdarahan. postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
2) Perdarahan yang terjadi di sini dapat deras atau merembes saja. Perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani, sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak seringkali tidak mendapat perhatian yang seharusnya. Perdarahan yang bersifat merembes ini bila berlangsung lama akan menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah janin lahir harus ditampung dan dicatat.
3) Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dan vagina, tapi menumpuk di vagina dan didalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan dan tingginya fundus uteri setelah janin keluar.
4) Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeniksaan yang lengkap yang meliputi pemeriksaan darah umum, pemeniksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
5) Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik, sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara mi dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, dan adanya sisa-sisa plasenta

Pencegahan
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum adalah memimpin kala II dan kala III secara Benar sesuai Standart APN.Dan Penolong harus benar benar mengetahui kondisi pasien sebaik mungkin
Tindakan
Tindakan pada perdarahan postpartum mempunyai dua tujuan, yaitu:
1) Mengganti darah yang hilang. 2). Menghentikan perdarahan. Pada umumnya kedua tindakan dilakukan secara bersama-sama, tetapi apabila keadaan tidak mengijinkan maka penggantian darah yang hilang yang diutamakan

 Syok Hemoragik

Dan semua keadaan perdarahan diatas, dapat menyebabkan syok pada penderita, khususnya syok hipovolemik atau syok hemoragik yang di sebabkan oleh berkurangnya volume darah yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi.

Gambaran Klinis Sindrom Syok
Dari sudut klinis, sehubungan dengan ringan atau beratnya syok dapat dibagi dalam: 1). Syok reversible atau primer; 2). Syok yang tidak reversible atau sekunder.
Syok hemoragik reversible dibagi dalam dua stadium, yaitu: 1). Syok reversible dini ( early reversible shock ), yang masih dapat dikompensasikan, dan 2). Syok reversible lanjut ( late reversible shock ), yang dalam keadaan dekompensasi. Pada syok reversible dini syok masih dalam stadium kompensasi. Tekanan darah sistolik relatif normal, belum menurun. Terjadi vasokonstriksi pada pernbuluh pembuluh darah tepi, dengan akibat tekanan diastolik agak meningkat dan tekanan nadi ( pulse presure ) menurun. Nadi menjadi lebih cepat dan normal, kulit terasa hangat.
Penderita sering terlihat gelisah, ketakutan dan merasa kedinginan. Dalam tingkat dini ini syok masih mudah diatasi dengan perawatan yang tepat dan cepat, antara lain dengan pemberian cairan elektrolit melalui infuse intravena. Dalam syok reversibel yang lanjut, syok berada dalam stadium dekompensasi. Tekanan darah menurun, timbul hipotensi dan nadi menjadi cepat. Penderita mengeluarkan banyak keringat, kulitnya teraba dingin. Suhunya mulai menurun. Dalam tingkat stadium dekompensasi yang masih dini, syok masih dapat diatasi dengan pemberian cairan elektrolit rnelalui infuse yang adekuat.
Dalam stadium dekompensasi yang sudah lanjut, keadaan penderita makin memburuk. Tekanan darah terus menurun, nadi makin cepat dan kecil, suhu makin menurun. Penderita menjadi pucat, bibir kebiru-biruan dan mata cekung. Diuresis menjadi kurang dan mulai timbul tanda-tanda terganggunya fungsi alat-alat vital. Dalam stadium dekompensasi yang sudah lanjut ini sangat sukar untuk mengatasi syok. Cairan infuse harus diberikan dalam jumlah banyak disertai pengukuran tekanan vena pusat (central venous pressure). Dalam perkembangan selanjutnya syok reversible dalam stadium dekompensasi menjadi syok yang tidak reversible.
Dalam tingkat ini tekanan darah terus menurun sehingga hampir tidak terukur lagi, nadi sangat cepat dan kecil sehinga hampir tak teraba, pemapasan menjadi cepat dan pendek, keadaan badan menjadi lebih dingin dan kesadaran terganggu. Mulai terdapat tanda - tanda gangguan fungsi alat - alat vital. Dalam keadaan syok yang tidak reversible penderita tidak tertolong lagi. Meskipun demikian segala sesuatu harus diusahakan untuk menolong penderita sebelum ia meninggal
Penanganan Syok Hemoragik
Pada syok hemoragik tindakan yang esensial adalah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan darah. Setelah diketahui adanya syok hemoragik, penderita dibaringkan dalam posisi Trendelenburg, yaitu dalam posisi terlentang biasa dengan kaki sedikit tinggi ( 30 derajat ). Dijaga jangan sampai penderita kedinginan badannya. Setelah kebebasan jalan napas terjamin, untuk meningkatkan oksigenasi dapat diberi oksigen 100% kira-kira 5 liter/menit melalui jalan napas.
Sampai diperoleh persediaan darah buat transfusi, pada penderita melalui infuse segera diberi cairan dalam bentuk larutan seperti NaCI 0,9%, ringer laktat, dekstran, plasma dan sebagainya. Sebagai pedoman dalam menentukan jumlah volume caiaran yang diperlukan, dipergunakan ukuran tekanan vena pusat (CVP) dan keadaan diuresis.
CVP dapat dipergunakan untuk memlai hubungan antara volume darah yang mengalir ke jantung dan daya kerja jantung. Tinggi VCP pada seseorang yang sehat yang berbaring adalah 5-8 cm air. Tekanan akan menurun jika volume darah itu menjadi kurang dan akan menaik dengan berkurangnya daya kerja jantung. Dengan demikian, CVP penting untuk memperoleh informasi tentang keseimbangan antara darah yang mengalir ke jantung dan kekuatan jantung, serta untuk menjaga jangan sampai pemberian cairan dengan jalan infuse berlebihan. Selama CVP masih rendah, pemberian cairan dapat diteruskan akan tetapi jika CVP lebih dari normal (15-16 cm air), hal itu merupakan isyarat untuk menghentikan atau saat untuk mengurangi pemberian cairan dengan infuse.
Pemeriksaan hematokrit berguna sebagai pedoman pemberian darah. Kadar hematokrit normal adalah 40%, dan pada perdarahan perlu darah sekian banyak, sehingga hematokrit tidak kurang dan 30%. Jika dianggap perlu kepada penderita syok hemoragik diberi cairan bikarbonat natrikus untuk mencegah atau menanggulangi asidosis. Penampilan klinis penderita banyak memberi isyarat mengenai keadaan penderita dan mengenai hasil perawatannya

DAFTAR PUSTAKA


 F. Gary Cunningham, M.D. williams Obstetrics, Eighteenth Edition, Appleton & Lange, California, 1989.
 Melfiawati, S. Kapita Selekta Kedaruratan Obstretik dan Ginekologi, Edisi Pertama, EGC, 1994.
 Prabowo R.P. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo, Jakarta, 1999, 675-688
 Saifuddin A. B. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi Pertama, Yayasan Bina Putaka Sarwono Prawiroraharjo, Jakarta, 2002.
Rachimhadi Trijatmo. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1999, 362-385.
Wiknojosastro Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi Pertama, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2000, 188-197.

Minggu, 01 Juli 2012

PREEKLAMSIA DALAM KEHAMILAN


 PREEKLAMSIA DALAM KEHAMILAN
Konsep Dasar Karakteristik Ibu Hamil
Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti jenis jenis kelamin, umur serta status sosial seperti, tengkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya. (Widianingrum , 1999). Menurut Efendi, demografi berkaitan dengan stuktur penduduk, umur, jenis kelamon dan status ekonomi sedangkan data kulturalmengangkat tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, adat istiadat, penghasilan dan sebagainya.
Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. (Hurlock , 1995)
Paritas
Banyaknya anak yang dimiliki ibu dimulai dari anak yang pertama sampai anak yang terakhir. (Henderson , 2005). Kondisi rahim dipengaruhi juga oleh jumlah anak yang dilahirkan. (Cristina , 1996)
Pendidikan
Proses pengembangan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran pelatihan.
Berat Badan
Ukuran berat individu dalam satuan kilogaram.
Konsep Dasar Preeklamsia
Batasan Preeklampsia
Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Bobak , 2004)
Preeklampsi ialah penyakiy dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan. Tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.

 Etiologi Preeklampsia
Sampai saat ini, etiologi pasti dari Peeeklampsia atau eklampsi belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the disease of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain :
Peran protasiklin dan tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
Peran faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentuka blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Peran faktor Genetik/famili
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklampsia dan eklampsia antara lain :
a. preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi dan eklampsi.
c. kecenderungan meningkatnya meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsi dan eklampsi.
d. peran Renin Angiostensin Aldosteron System (RAAS)


Patologi Preeklampsia
Preeklampsia ringan jarang sekali menyababkan kematian ibu. Oleh karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologi berasal dari penderita eklampsia yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata bahwa perubahan anatomi-patologi pada alat-alat itu pada penderita preeklampsia tidak banyak berbeda daripada yang ditemukan pada eklampsia. Perlu dikemukakan disisni bahwa tidak ada perubahan histopatologik yang khas pada preeklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut

Gambaran Klinik Preeklampsia
Hipertensi
Gejala yang terlebih dahulu timbul ialah hipertensi yang terjadi secara tiba-tiba, sebagai batas diambil tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, tapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg diatas tekanan yang biasa merupakan petanda.
Tekanan darah sistolik dapat mencapai 180 mmHg dan diastolik 11o mmHg, tetapi jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan drah melebihi 200 mmHg maka sebabnya biasanya hipertensi asensial.
Oedem
Timbulnya oedem didahului oleh pertambahan berat badan yang berlebihan. Pertambahan berat 0,5 kg pada seseorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika mencapai 1kg per minggu atau 3 kg dalam satu bulan , preeklampsi harus dicurigai. Oedem ini tidak hilang dengan istirahat.
Proteinuria
Proteinuria didefinisikan sebagai konsentrasi protein sebesar 0.19/L (> positif 2 dengan cara dipstik) atau lebih dalam sekurang-kurangnya dua kali spesimen urin yang dikumpulkan sekurang-kurangnya dengan jarak 6 jam. Pada spesimen urin 24 jam. Proteinuria didefinisikan sebagai suatu konsentrasi protein 0,3 per 24 jam.

Gejala-gejala subyektif
a. sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedem otak.
b. nyeri ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorhagia atau oedem atau sakit karena perubahan pada lambung.
c. gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur. Gangguan ini disebabkan karena vasospasme, oedem atau ablasioretina.
 Klasifikasi Preeklampsia
 Preeklampsia ringan.
a. tekanan darah sistolik 140 mmHg atau kanaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
b. tekanan darah diastolik 90 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
c. kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.
d. proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkay kualifikasi positif 1 sampai positif 2 pada urin kateter atau urin aliran tengah.
Preeklampsia Berat
Bila salah satu diantara gejala atau tanda diketemukan pada ibu hanil sudah dapat digolongkan preeklampsia berat :
a. tekanan darah 160/110 mmHg.
b. oliguria, urin kurang dari 400cc/24jam.
c. proteinuria lebih dari 0.3 gr/liter.
d. keluhan subyektif ; nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, oedem paru dan sianosis, serta gangguan kesadaran.
e. Pemeriksaan ; kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat memberikan petunjuk akan terjadi eklampsia. Preeklamsia pada tingkat kejang disebut eklampsia.
Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan bayinya. Walaupun terjadinya preeklampsia sulit dicegah, namun preeklampsia dan eklampsia umumnya dapat dihindari dengan mengenal secara dini penyakit itu dengan penanganan sedini mungkin.
Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya dua dari trias tanda utama yaitu ; hipertensi, oedem dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan petanda meskipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan karena perkembangan penyakit tidak dapat diramalakan dan bila eklampsi terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin jauh lebih buruk. Tiap kasus preeklampsi harus ditangani dengan sungguh-sungguh.
Diagnosis diferensial antara preeklampsi dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan fundoskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria pada preeklampsi jarang timbul sebelum triwulan ke-3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia ringan.

Penanganan Preeklampsia
Preeklampsia ringan
Kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda perbaikan,
Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
pantau tekanan darah, proteinuria, reflek patela dan kondisi janin
lebih banyak istirahat
diat biasa
tidak perlu diberi obat-obatan
Jika dirawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
- diet biasa
- pantau tekanan darah 2 kalisehari, proteinuria 1 kali sehari
- tidak perlu obat-obatan
- tidak perlu diuretik, kecuali terdapat oedem paru atau gagal ginjal akut
- jika tekanan distolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan, nasehatkan  untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsi berat, kontrol 2 kali seminggu, jika tekanan darah diastolik naik lagi, rawat kembali.
- Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat.
- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan.
- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.
b. jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi
- jika serviks matang lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
- Jika serniks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley atau terminasi dengan seksio sesarea.

Preeklampsia berat
Penanganan preeklampsia berat
penanganan kejang
- berikan obat anti konvulsan
- perlengkapan untuk penanganan kejang ( jalan nafas, sedotan, masker oksigen, dan oksigen )
- lindungi pasien dari kemungkinan trauma
- aspirasi mulut dan kerongkongan
- baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tredelenburg untuk mengurangi aspirasi.
- Beri oksigen 4-6 liter per menit
penangan umum
jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan distolik diantara 90-100 mmHg
pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge >1)
ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan protein
jika jumlah urin < 30 ml per jam ; infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam, pantau kemungkinan oedem paru
 jangan tinggalkan pasien sendirian, kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kamatian ibu dan janin
observasi tanda-tanda vital, refleks patela dan denyut jantung janin setiap jam.
Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedem paru. Jika ada oedem paru stop pemberian cairan dan berikan diuretik, misalnya furosemide 40 mg IV
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside, jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
EKLAMPSI
l) Definisi
Diketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam masa nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada wanita yang yang menderita eklampsia timbul serangan kejangan yang diikuti oleh koma.
Pada penderita pre-eklampsi berat timbul konvulsi bisa diikuti oleh koma.
Menurut saat timbulnya dibagi dalam :
a) Eklampsia gravidarum (50%)
b) Eklampsia parturientum (40%)
c) Eklampsia puerperium( 10%)

 Gejala-gejalae Eklampsia
Pada umumnya kekejangan didahului oleh makin memburuknya preeclampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,m ual keras, nyeri epigastrium hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan, terutama pada persalinan bahaya ini besar.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat :
a) Stadium invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan kanan atau kiri yang berlangsung kira-kira 30 detik.
b) Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pemafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c) Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
d) Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya wanita tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40°C.
Komplikasi serangan-serangan adalah :
a) Lidah tergigit
b) Terjadi perlukaan dan fraktur
c) Gangguan pernafasan
d) Perdarahanotak
e) Solutio plasentae
f) Merangsang persalinan

Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya
tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejang-kejang seperti yang diuraikan, maka diagnosis eklampsia tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari :
1. Epilepsi, dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil
Muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada.
2. Kejang karena obat anastesia apabila obat anastesia lokal tersuntikkan
ke dalam vena, dapat timbul kejang.
3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis.

 Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.
a) Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
b) Hipofibrirngenemia
c) Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsi berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
d) Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
e) Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlansung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retin4 hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f) Edema poru-paru. Hal ini disebabkan karena gagal jantung.
g) Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia dan eklampsia
merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
h) Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
i) Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j) Kompliknsi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intra vascular coogulation)
k) Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra-uterin.

 Prognosis
Eklampsia di lndonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
Meminta korban besar dari ibu dan bayi. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh Perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, kegagalan ginjal, masuknya isi lambung ke dalam jalan pemapasan sewaktu terjadi kejang, infeksi. Sedang sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas.
Kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia dalah:
a) Koma yang lama (prolonged coma)
b) Nadi di atas 120 x menit
c) Suhu 103°F atau 39,4°C atau lebih
d) Tekanan darah di atas 200 mmHg
f) Proteinuria 10 gr atau lebih
g) Tidak ada edema edemamenghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsi masuk kelas ringan, bila dijumpai 2 atzu lebih maka eklampsi masuk kelas berat dan prognosis akan lebih jelek.

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan eklampsi sama dengan pre-eklampsi berat dengan
tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan Ibu mengizinkan.
a) Penderita eklampsi harus dirawat inap di rumah sakit
b) Saat membawa ibu ke rumah sakit, berikan obat penenang untuk mencegah
kejang-kejang selama dalam perjalanan. Dalam hal ini dapat diberikan pethidin 100 mg atau Luminal200 mg atau Morfin l0 mg.
c) Tujuan perawatan rumah sakit adalah :
♦ Menghentikan konvulsi
♦ Mengurangi vaso spasmus
♦ Meningkatkan diuresis
♦ Mencegah infeksi
♦ Memberikan pengobatan yang tepat dan cepat
♦ Terminasi kehamilan dilakukan setelah 4 jam serangan kejang terakhir dengan tidak memperhitungkan tuanya kehamilan.
d) Sesampai di rumah sakit pertolongan pertama adalah:
♦ Membersihkan dan melapangkan jalan pernafasan
♦ Menghindarkan lidah tergigit
♦Pemberiano ksigen
♦ Pemasangan infus dektrosa atau glukosa 10% - 20%-40%
♦ Menjaga jangan terlalu trauma
♦ Pemasangan kateter tetap (dauer catheter)
e) Observasi ketat penderita ;
~ Dalam karnar isolasi : tenang, lampu redup-tidak terang, jauh dari kebisingan dan rangsangan
~ Dibuat daftar catatan yang dicatat selama 30 menit : tensi, nadi, respirasi, suhu badan, refleks, dan dieresis diukur. Kalau dapat dilakukan funduskopi sekali sehari. Juga dicatat kesadran dan jumlah kejang.
~ Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam.
~ Diperiksa kadar protein urine 24 jam kuantitatif,
 Penatalaksanaan pengobatan
1. Sufas magnisikus
Injeksi MgSO4 20% dosis 4 gr intravena perlahan-lahan selama 5-10 menit, kemudian disusul dengan suntikan intramuskuler dosis 8 gr.Jika tidak ada kontraindikasi suntikan i.m. diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24 jam setelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada kontraindikasi
(pernafasan, refleks dan diuresis). Harus tersedia kalsium glukonas sebagaai ntidotum.
Kegunaan MgSO4 adalah :
o Mengurangi kepekaan syaraf pusat untuk mencegah konvulsi
o Menambah diuresis, kecuali bila ada anuria
o Menurunkanp ernafasany ang cepat
2. Pentotal sodium
o Dosis inisial suntikan intravena perlahanJahan pentotal sodium 2,5% sebanayk 0,2-0,3 gr.
o Dengan infus secara tetes (drips) tiap 6 jam :
- I gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa l0%
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dekhosa 10%
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5%
- ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5% (selama 24 jam)
Kerja pentotal sodium : menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit karena cukup berbahaya menghentikan pernafasan (apnea).
3. Valium (diazepam)
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa l0% dengan tetesan 30 tetes permenit. Seterusnyad iberikan setiap 2 jam l0 mg dalam infus atau suntikan intramuskuler, sampai tidak ada kejang.
Obat ini cukup aman.
4. Litik koktil (Lytic coctail)
Ada 2 macam kombinasi obat:
o Largactil (100 mg) + Phenergen (50 mg) + Pethidin (100 mg)
o Phetidin (100 mg) + Chlorpromazin (50 mg) * Promezatin (50mg)
Dilarutkan dalam glukosa 5% 500 cc dan diberikan secara infuse tetes intraven4 jumlah tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tensi penderita.
5. Sfoganoff
1. Pertama kali morfin 20 mg subkutan
2. ½ jam setelah 1 MgSO4 15% 40 cc subkutan
3. 2 jam setelah 1 morfin 20 mg subkutan
4. 5½ jam setelah 1 MgSO4 15% 20-40 cc subkutan
5. 11½ jam setelah 1 MgSO4 15% 10 cc subkutan
6. 19 jam setelah 1 MgSO4 15% 10 cc subkutan
Lama pengobatan 19 jam, cara ini sekarang sudah jarang dipakai.
g) Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari Penisilin prokain 1,2-2,4 juta satuan
 Penanganan obstetrik
Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan penilaian tentang status obstetrikus penderita : keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya.
Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara yang aman.
1. Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang dengan atau tanpa amniotomi
2. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps. Bila janin mati embriotomi.
3. Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi), kepala janin masih tinggi, atau ada kesan disproporsi sefalopelvik atau ada indikasi obstetrik lainnya sebaiknya dilakukan seksio sesarea (bila janin hidup). Anestesi yang dipakai local atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
Bahaya yang masih tetap mengancam
1. Perdarahanp ostpartum
2. Infeksi nifas
3. Trauma pertolongan obstetrik


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : PT. Rineka Cipta
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.
Bobak, Lowdermilk dan Jensen. 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Bidan. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, S. 2002 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Nursalam dan Pariani. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC
Nursalam. 2003. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Purnomo, W. 2002. Hard Out Metodologi Penelitian. Surabaya
Saifuddin, AB. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR – POGI
Winkjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

TIPS MENGATASI MUAL MUTAH


TIPS MENGATASI MUAL MUTAH
  • Bila muntah adalah masalah di pagi hari, makan makanan kering seperti sereal, roti, atau biskuit sebelum bangun dari tempat tidur, atau coba makan makanan ringan tinggi protein seperti keju sebelum pergi tidur (protein membutuhkan waktu lama untuk dicerna)

  • Makan makanan ringan setiap 2-3 jam lebih baik dari 3 kali makan besar. Makan secara perlahan dan kunyah makanan secara sempurna

  • Tetap duduk tegak selama 10-20 menit setelah makan untuk menghindari refluks lambung dan heartburn

  • Makan makanan yang mengandung banyak cairan. Hindari jumlah besar konsumsi cairan dalam satu waktu. Coba minuman yang dingin, jus buah seperti apel atau anggur

  • Hindari makanan pedas, gorengan, atau berminyak. Hindari kopi karena dapat merangsang asam lambung
  • Hindari bau yang menyengat dan menyebabkan mual

  • Jahe cukup efektif untuk mengurangi mual. Cobalah untuk memakan permen jahe, minum air jahe, atau jahe dalam bentuk kapsul
  • Hubungi dokter untuk konsumsi vitamin B6 atau terapi obat lainnya

  • Hubungi dokter bila muntah terjadi terus-menerus sehingga makanan atau minuman tidak dapat masuk. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) dan harus diterapi sesegera mungkin

MELAHIRKAN DIAIR


LANGKAH MELAHIRKAN DI AIR

Rasa sakit bisa tak terasakan lagi.
Setiap ibu ingin melahirkan tanpa rasa sakit, betul tidak? Untuk itu, diciptakan berbagai cara menyiasatinya, yaitu dengan menggunakan epidural, ILA, dan bahkan ada yang memilih pembedahan seksio sesarea (sesar). Kini, di Inggris sedang muncul tren menggunakan akupunktur untuk mengurangi rasa sakit persalinan. Sementara alternatif lain yang banyak dilakukan di Rusia adalah melahirkan dalam air. Negara inilah yang pertama kali memopulerkan melahirkan dalam air, sekitar tahun 80-an, yang kemudian banyak ditiru oleh ibu-ibu di negara Eropa lainnya dan Amerika.
Di Indonesia, melahirkan dalam air baru dilakukan tahun 2006 ini dan sudah yang kedua kalinya. Bukan tak mungkin dengan berita keberhasilan metode ini akan semakin banyak peminatnya. Bahkan menurut penelitian yang ada, selain karena tak menimbulkan rasa sakit, risikonya juga sama seperti melahirkan normal, biasa dalam arti ya paling aman. Nah, seperti apa melahirkan di dalam air ini? Bagaimana persyaratan dan keuntungannya? 

PERSYARATAN
Sebetulnya, melahirkan dalam air sama dengan melahirkan secara normal biasa. Jadi, mempunyai indikasi yang jelas seperti halnya indikasi melahirkan normal. Kecuali jika bayinya sungsang atau kelainan posisi lainnya; si ibu memiliki penyakit herpes yang mudah ditularkan pada bayi; air ketuban hijau kental yang menandakan bayi dalam kondisi stres dan ini bisa diketahui bila cairan keluar sedikit dan berwarna hijau; serta plasenta previa (plasenta menutupi jalan lahir). Bila si ibu mengalami kelainan/kondisi seperti yang telah disebutkan tadi, maka sudah bisa dipastikan si ibu tak dapat melahirkan secara normal, melainkan harus secara sesar.
Karena itulah, selama pemeriksaan rutin kehamilan, dokter harus memantau seakurat mungkin akan kemungkinan bisa tidaknya melahirkan dalam air. Apalagi, untuk dapat melakukan persalinan di dalam air, juga harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
* Keinginan dari si ibu sendiri
Bila indikasi lahir normal sudah jelas, namun cara melahirkan yang diinginkan apakah dengan sesar, pakai epidural atau spinal agar tak sakit, tergantung dari si ibu sendiri. Begitu pun melahirkan dalam air. Jika bukan karena keinginan ibu itu sendiri tentunya si ibu akan stres, khawatir, atau tak nyaman. Bahkan bisa-bisa tak konsentrasi saat melahirkan.
* Kesiapan fasilitas di rumah sakit
Untuk melahirkan dalam air perlu kolam, sarana air dan kesiapan paramedis seperti dokter anak dan lainnya, serta kesiapan peralatan dan tindakan segera bila dibutuhkan tiba-tiba.
Kolam yang tersedia bisa kolam renang mainan dari bahan plastik yang sebelumnya sudah disterilkan atau dibuatkan kolam khusus. Air yang digunakan adalah air hangat (menggunakan water heater) dengan suhu 36 - 370C sesuai suhu tubuh. Suhu ini tetap dipertahankan dengan menggunakan alat sirkulasi air yang mengatur suhu air. Sementara untuk ketinggian air sebatas bagian bawah payudara ibu yang dalam posisi duduk.
* Besarnya bayi
Ukuran besar bayi sebetulnya sangat relatif. Untuk dapat keluar dari jalan lahir tergantung dari kemampuan panggul ibu. Jika kemampuan panggulnya cukup baik, besarnya bayi tak jadi masalah. Misal, berat bayi hampir 4 kg, jika panggulnya memungkinkan, bayi bisa keluar lewat jalan lahir. Tentunya untuk besarnya bayi ini juga sudah dipantau sebelumnya selama pemeriksaan kehamilan.
TAHAPAN PERSALINAN
Proses melahirkan dalam air memiliki tahapan yang sama seperti dalam proses melahirkan normal. Hanya saja dengan ibu berendam dalam air hangat, membuat sirkulasi pembuluh darah jadi lebih baik. Akibatnya akan berpengaruh pula pada kontraksi rahim yang jadi lebih efektif dan lebih baik. Sehingga waktu tempuh dalam proses persalinan ini lebih singkat daripada proses melahirkan normal biasa. Berikut tahapannya:
1. Ibu masuk ke dalam air
Ketika akan melahirkan, ibu mengalami fase pembukaan laten dan aktif. Nah, saat fase aktif pembukaan sudah 5 cm, ibu baru bisa masuk ke kolam air. Pada fase ini biasanya dibutuhkan waktu sebentar saja, sekitar 1-2 jam untuk menunggu kelahiran sang bayi.
2. Sikap rileks
Biasanya, begitu ibu masuk ke dalam kolam air akan terasa nyaman dan hilang rasa sakitnya. Ibu dapat duduk dengan relaks dan bisa lebih fokus melahirkan. Dapat juga posisi lain seperti menungging.
3. Mengedan seiring kontraksi
Di dalam air, mengedan akan lebih ringan, tidak menggunakan tenaga kuat yang biasanya membuat terasa lebih sakit. Air akan memblok rangsang-rangsang rasa sakit. Jadi, rasa sakit yang ada tidak diteruskan, melainkan akan hilang dengan sendirinya, ditambah lagi kemampuan daya apung dari air yang akan meringankan saat mengedan. Mengedan mengikuti irama datangnya kontraksi. Bayi yang keluar juga tak perlu bantuan manipulasi tangan atau lainnya, kecuali terlihat agak seret keluarnya.
Kontraksi yang baik akan mempercepat pembukaan rahim dan mempercepat proses persalinan. Apalagi dengan ibu berendam dalam air, dinding vagina akan lebih rileks, lebih elastis, sehingga lebih mudah dan cepat membukanya. Hal ini pula yang menyebabkan tak perlunya jahitan setelah melahirkan, kecuali bila memang ada robekan.
4. Pengangkatan bayi
Setelah keluar kaki bayi dan tubuh seluruhnya, barulah bayi diangkat. Darah yang keluar tidak berceceran ke mana-mana, melainkan mengendap di dasar kolam, demikian pula dengan ari-ari bayi. Kontraksi rahim yang baik menyebabkan perdarahan yang terjadi pun sedikit.
Ketika bayi keluar dalam air, mungkin orang khawatir bayi akan tersedak. Namun, sebetulnya bila diingat prinsipnya, bayi hidup 9 bulan dalam air ketuban ibu. Jadi, begitu dia lahir keluar ke dalam kolam, sebetulnya dia lahir ke lingkungan dengan kondisi yang hampir mirip dalam kandungan, yaitu ke dalam air dengan suhu yang sama seperti halnya ketika dalam rahim. Jadi ketika keluar dalam air, saat itu pun bayi belum ada rangsang untuk bernapas. Setelah diangkat ke permukaan barulah terjadi perubahan, timbul rangsangan untuk bernapas dan biarkan ia menangis. Setelah stabil kondisi pernapasannya, barulah digunting tali pusatnya.
Mengingat melahirkan di air membuat sirkulasi oksigen ke bayi lebih baik, maka ketika bayi lahir tampak kulit yang lebih kemerahan. Artinya, oksigenisasi ke bayi lebih baik dan membuat paru-parunya pun jadi lebih baik. Bayi juga tampak bersih tak banyak lemak di tubuhnya. Kemudian bayi dibersihkan dengan disedot sedikit dan dibersihkan tali pusatnya.

KEUNTUNGAN MELAHIRKAN DALAM AIR

* Mengurangi risiko perdarahan.
* Lebih nyaman buat ibu
* Mengurangi rasa sakit saat proses persalinan maupun kala dijahit, karena dinding vagina elastis. (Penjahitan dilakukan kalau kebetulan ada yang robek).
* Air hangat memudahkan bayi keluar, karena ibu jadi relaks, sirkulasi darah di rahim jadi baik dan kontraksi pun jadi baik.
* Ibu lebih fokus terhadap kelahiran anaknya, karena tidak adanya/sedikit rasa sakit saat konsentrasi disertai rasa suka citanya terhadap proses melahirkan itu sendiri.
* Ada kontak fisik antara bayi dengan ibunya saat melahirkan. Secara psikologis dapat berdampak baik. Apalagi setelah dilahirkan bayi langsung disusui.
* Setelah ari-ari keluar, ibu bisa langsung ke darat. Rasanya seperti habis dari kamar mandi, bukan seperti habis melahirkan karena tidak ada rasa sakit.